Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat pernyataan yang mengguncang diplomasi Timur Tengah. Dalam nada tegas, ia menyebut Israel berhak melanjutkan operasi militer di Gaza kapan pun, bila Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata yang baru berjalan beberapa pekan.
“Israel tidak harus menunggu izin siapa pun. Jika Hamas melanggar janji, mereka bisa bertindak kembali — dan saya akan mendukung,” kata Trump di hadapan jurnalis di Gedung Putih, Kamis pagi waktu setempat.
💥 Tegangan Baru Setelah Sunyi Pendek
Komentar Trump datang di tengah masa tenang yang rapuh. Setelah berbulan-bulan perang dan ribuan korban sipil, dunia berharap jeda kemanusiaan ini bisa bertahan. Namun, sinyal dari Washington seolah membuka ruang baru untuk konflik.
Sumber diplomatik di Timur Tengah menyebut, pernyataan Trump menjadi “angin segar” bagi kubu garis keras di Israel, yang menilai Hamas belum sepenuhnya menepati janji pembebasan sandera.
“Trump tidak berbicara sembarangan. Ia sedang membentuk ulang arah politik luar negeri AS — lebih keras, lebih transaksional, dan lebih pro-Israel,” kata analis politik internasional, Farhan Yusri, kepada IndoGlobal Post.
🧨 Reaksi Hamas: “AS Sedang Memprovokasi”
Tak butuh waktu lama, Hamas menuding Amerika Serikat “memprovokasi perang baru” melalui pernyataan Trump. Dalam siaran resminya, juru bicara Hamas menilai ucapan tersebut memperlihatkan bias Washington dan bisa menghancurkan proses mediasi yang sedang diupayakan Mesir dan Qatar.
“Trump ingin mendorong Israel untuk membatalkan gencatan senjata. Ia memperlakukan Gaza seperti panggung politiknya sendiri,” bunyi pernyataan Hamas yang diterima media lokal Palestina.
⚖️ Antara Retorika dan Realitas
Meski terdengar garang, para pengamat menilai ancaman Trump lebih sebagai pesan politik ketimbang keputusan militer konkret. Israel tetap memiliki kendali penuh atas operasi militernya sendiri, namun dukungan verbal dari Washington sering dianggap sebagai lampu hijau diplomatik.
Langkah ini juga disebut sebagai upaya Trump menjaga dukungan dari kalangan konservatif AS menjelang pemilu — kelompok yang selama ini dikenal pro-Israel.
“Trump tahu, setiap kali ia bicara soal dukungan ke Israel, elektabilitasnya di kubu kanan menguat,” ujar Prof. Lina Marquez, peneliti hubungan internasional di Georgetown University.
🌍 Gaza: Di Antara Politik dan Penderitaan
Di lapangan, rakyat Gaza masih bergulat dengan realitas pahit: ratusan ribu orang hidup di tenda pengungsian, fasilitas kesehatan lumpuh, dan listrik hanya menyala beberapa jam sehari.
Serangan baru — sekecil apa pun — akan menghancurkan sisa-sisa harapan untuk pemulihan.
“Setiap ancaman perang baru berarti perpanjangan derita bagi warga sipil yang bahkan belum sempat berduka,” ungkap Sarah Delgado, perwakilan kemanusiaan PBB di kawasan.